Foto:(Zulkifli.se)
SEBUAH “SURAT RINDU” UNTUK ANAKKU TERCINTA
SURAT KERINDUAN
AKU TULISKAN surat ini atas nama rindu kepadamu anak-anakku, yang besarnya hanya Allah swt yang tahu. Sebelum ku-lanjutkan, bacalah surat ini sebagai surat seorang ayah dan ummi kepada anaknya yang sesungguhnya bukanlah miliknya, melainkan milik Allah swt — pemilik alam ini.
Anakku, menjadi ayah, ummi, itu sangatlah indah dan mulia.
Besar kecemasanku menanti kelahiranmu duhulu belum hilang hingga saat ini. Kecemasan yang indah karena ia didasari sebuah cinta. Sebuah cinta yang telah terasakan bahkan ketika yang dicintai belum sekalipun pernah ku-temui.
Anakku, menjadi ayah dan ummi itu sangat terhormat.
Bacalah sejarah Nabi-Nabi dan Rasul terdahulu, dan temukanlah betapa nasehat yang terbaik itu dicatat dari dialog seorang ayah dengan anak-anaknya. Meskipun demikian, ketahuilah Anakku, menjadi ayah itu berat dan sulit. Tapi ku akui, betapa sepanjang masa kehadiranmu disisiku, aku seperti menemui keberadaanku, makna keberadaanmu, dan makna tugas kebapakanku terhadapmu. Sepanjang masa keberadaanmu adalah salah satu masa terindah dan paling aku banggakan di depan siapapun. Bahkan dihadapan Tuhan, ketika aku duduk berduaan berhadapan dengan-Nya saat aku bermunajat padaNya. Anakku — saat pertama engkau hadir, kucium dan kupeluk engkau sebagai buah cintaku dan ibumu. Sebagai bukti bahwa aku dan ibumu tak lagi terpisahkan oleh apapun jua. Tapi seiring waktu, ketika engkau sudah makin beranjak dewasa, timbul kesadaranku siapa engkau sesungguhnya.
Engkau bukan milikku, atau milik ummi-mu. Anakku…, Engkau lahir karena cintaku dan cinta ummi-mu. Tapi, Engkau adalah milik Tuhan. Tak ada hak-ku menuntut pengabdian darimu. Karena pengabdianmu semata-mata seharusnya hanya untuk Tuhan, Allah yang telah menciptakanmu. Kebahagiaanku, jika engkau telah mengabdi dengan tulus kepadaNya sebagai bentuk rasa syukurmu kepadaku.
Anakku — sedih, pedih, dan terhempaskan rasanya menyadari siapa sebenarnya aku dan siapa engkau. Dan dalam waktu panjang di malam-malam yang sepi, kusesali kesalahanku itu sepenuh-penuh air mata menetes dihadapan Tuhan. Syukurlah, penyesalan itu telah mencerahkanku dan ibumu, untuk menjadikan kami yang terbaik bagimu. Sejak saat itu, satu-satunya usahaku adalah mendekatkanmu kepada pemilikmu yang sebenarnya, Yaitu Allah Swt. Membuatmu senantiasa berusaha memenuhi keinginan pemilikmu. Melakukan segala sesuatu karena-Nya, bukan karena aku dan ummi-mu. Tugasku bukan membuatmu dikagumi orang lain, tapi agar engkau dikagumi dan dicintai oleh Tuhan. Inilah usaha terberatku Anakku, karena artinya aku harus lebih dulu memberi contoh kepadamu dekat dengan Tuhan. Keinginanku harus lebih dulu sesuai dengan keinginan dan perintah Tuhan, agar perjalananmu mendekati-Nya tak lagi terlalu sulit.
Reviews:
Posting Komentar
Berkomentarlah secara baik, tidak mengandung SARA